Jumat, 11 April 2014

Jalanan Movie :)

Tercengang, spechless, dan terharu waktu melihat cuplikan film ini.
 "JALANAN"
Sebuah judul film dokumenter yang diangkat berdasarkan kisah nyata kehidupan tiga pengamen,
Ho, Titi, dan Boni

Thema cerita yang begitu nyata, real, dan menyentuh hati. Mengapa? Selama ini kita selalu ditawarkan berbagai cerita sinetron, film, yang diangkat dengan latar belakang seorang tokoh yang hidup sebagai seorang yang kaya, memiliki apa-apa, keglamoran, kisah kehidupan orang-orang kaya itu sering di tawarkan di berbagai cerita sinetron atau film.



JALANAN berkisah tentang Jakarta dan potret Indonesia melalui mata 3 pengamen muda yang humoris dan gigih menjalani hidup; Titi, Boni, dan Ho. Film ini mengikuti ketiganya secara intim dan mengangkat keseharian mereka yang terpinggirkan dari hiruk-pikuk Ibukota, tanpa rekayasa.
Menggunakan lagu-lagu orisinil berkarakter kuat karya trio musisi tsb sebagai kemudi ceritanya, JALANAN menelusuri kesepian, duka, asmara, kisruh perceraian, meriah perkawinan, hingga dorongan seksual mereka di tengah riuh-rendah Jakarta yang dikendalikan oleh globalisasi dan korupsi.



Daniel Ziv 
Sutradara JALANAN 
Saya tertarik dengan cerita JALANAN bukan karena berambisi untuk menjadi pembuat film ataupun sekedar mencari ‘topik menarik’ untuk sebuah film dokumenter, tetapi karena suatu hari di jalanan Jakarta saya tidak sengaja menjumpai sekelompok individu dengan cerita perjalanan hidup menakjubkan yang tidak dapat saya acuhkan.
Cerita mereka adalah sebuah cerita dengan segala macam bahan racikan yang diinginkan seorang pembuat film dokumenter: pribadi yang menarik, isu ketidakadilan sosial yang mencengangkan, perjuangan individu yang memberi penerangan pada permasalahan universal, gurauan tak senonoh, sub-budaya perkotaan penuh warna, dan – sebagai bonus tambahan – lagu-lagu orisinil luar biasa yang terdapat dalam film JALANAN. 
Pada saat saya mulai mengerjakan film ini, saya berpikir untuk membuat sebuah film pendek tentang komunitas pengamen jalanan, dunia, hidup serta karya musik mereka. Seiring berjalannya waktu, saya menjadi sadar bahwa dengan mengamati kehidupan mereka dari jarak yang begitu dekat, saya menemukan sebuah cerita yang begitu menarik dan penting untuk Indonesia, sebuah cuplikan pendek dari era pasca reformasi dari kacamata mereka yang terjebak dalam celah-celah ketidaknyamanan dari dua fenomena yang seringkali kita rayakan: demokratisasi dan globalisasi. Para pengamen yang saya angkat dalam film ini merasa begitu bangga akan dua hal tersebut, namun tidak mendapatkan apa pun dari keduanya.
Meskipun dalam film ini terdapat banyak momen mengharukan, perjuangan serta ketidakadilan, namun dalam film ini lebih banyak terdapat humor yang mengikat, musik yang mudah diingat, keindahan hidup dan harapan. Film ini bukanlah film yang menjejali penonton dengan tragedi. Taruhannya tidak setinggi di cerita lain – ini bukanlah cerita mengenai ribuan nyawa yang terancam, ataupun orang-orang yang mati tiap harinya dalam komunitas ini. Dan meskipun kondisi kehidupan para pengamen ini sangat mendasar, cerita bahkan bukan mengenai orang-orang termiskin dari golongan bawah. Sebaliknya, JALANAN menjelajahi kehidupan dari kaum marjinal yang terlupakan dari perhatian kehidupan bermasyarakat. Dilema dan konflik yang ada dalam film ini mewakili gambaran besar dari populasi urban di negara berkembang, khususnya 10 juta orang di Indonesia, dan ratusan juta lainnya di seluruh Asia. Film ini bermaksud untuk menyuarakan mereka, meningkatkan kesadaran akan kondisi dan perjuangan mereka.
Sementara masih banyak hal yang bisa kita pelajari dari JALANAN dan para tokoh protagonisnya, film ini disusun dan didandani sehingga dirasa tidak ‘menggurui’ ataupun terlalu ‘berat’ bagi para penonton. Saya tidak melihat ada masalah mengenai orang-orang menghentakan kaki atau tertawa keras dan menikmati sebuah film meskipun film tersebut bercerita mengenai kelompok miskin marjinal. Bagi saya hal itu merupakan langkah awal untuk benar-benar mengenal mereka, dan JALANAN bermaksud membawa penonton ke dalam dunia penuh warna sebagai peserta, bukan sebagai pengamat dari atas.
Kisah mereka juga merupakan cerminan provokatif di mana kita, dari bagian dunia yang lebih mapan, dapat merefleksikan hidup dan nilai-nilai yang kita anut, belajar dari sudut pandang sehari-hari dan kebajikan dari para karakter dalam film JALANAN. Mantra favorit Ho – yang selalu ia katakan kepada para penumpang setelah menghibur mereka (atau menyindir) dengan lagu-lagunya, adalah “Hidup itu harus dihidupkan!”
Tentunya sebuah saran yang sangat berguna untuk kita – kaya atau miskin – lakukan di era yang menggemparkan seperti saat ini.

Dalam interview di TV Satu, Daniel Ziv mengungkapkan, "Film ini semacam surat cinta nya untuk Indonesia. Banyak sutradara di Indonesia yang mengangkat cerita hanya berdasarkan kehidupan masyarakat mayoritas kaya, dan berkecukupan. Saya ingin membuktikan bahwa kisah nyata dari kaum marginal, bukan artis, bukan orang kaya, cerita mereka bisa diakui. Mereka bisa menjadi super heroes di cerita mereka sendiri" Ungkapnya


Untuk yang ingin tahu trailer filmnya seperti apa , bisa langsung Check di Youtube ;)

 
Hal yang membuat saya sempat terharu, merinding, adalah ... Awalnya saya mengira bahwa Sutradaranya adalah orang Indonesia, 
ternyata sutradaranya adalah seorang wartawan dan penulis berkebangsaaan Canada, yang sudah lama pindah ke Jakarta pada tahun 1999 dan merekam jejak kehidupan urban di Indonesia, sebagai seorang penulis, editor majalah, dan pembuat film.
Sungguh mengharukan, karena seorang Canadian, seperti Daniel Ziv yang mau tergerak, mengguggah, hati Indonesia untuk mau melihat dan menyadari tentang kehidupan kelompok marginal. Kerinduan dan keterpanggilannya untuk memberikan sesuatu bagi negara Indonesia begitu besar. 
Saya justru mempertanyakan, bagaimana dengan kita sendiri? Apa yang sudah kita berikan untuk negara kita ini? For our nation?
Apa kita terus terusan menuntut pemerintah untuk berbuat berbuat, berbenah dan berbenah?
Lantas andil kita sebagai anak muda, sekaligus masyarakat apa? Apakah hanya mengkritik pemerintah?
DANIEL ZIV
 
Dia menjadi pendiri Majalah Bulanan, ‘Djakarta! – The City Life Magazine’ dan Dia juga adalah penulis buku budaya pop urban ' Jakarta Inside Out ' , salah satu buku terlaris di Asia , dengan volume selanjutnya yaitu nya , ' Bangkok Inside Out '. Daniel juga menghabiskan beberapa tahun bekerja untuk lembaga bantuan kemanusiaan dan pembangunan internasional , termasuk UNICEF , USAID dan UN - OCHA .Beliau memperoleh gelar MA dalam Studi Asia Tenggara dari Universitas Sekolah London dari Oriental & African Studies ( SOAS ) , dan fasih berbahasa Indonesia . Dokumenter pertamanya ‘Street Ballad: A Jakarta Story perdana ditayangkan pada PBS Television’s acclaimed Global Voices series di Amerika Serikat pada tahun 2012 dan dinobatkan oleh New York Times sebagai salah satu TV Shows Terbaik dari film 2012. Film Daniel yang kedua adalah "Jalanan" adalah film dokumenter berfiturkan musik tentang kehidupan tiga pengamen jalanan di Jakarta , dan akan dirilis pada akhir 2013 untuk festival film internasional dan teater di Indonesia .