Sesampainya di Kota berair, Kota Luwuk...
Yah, yang terjadi adalah kami sampai di perbatasan awal kota Luwuk bertepatan ketika rombongan takbiran mulai berpawai. Maka, jadilah kita menunggu di jalan beberapa menit. Perjalanan yang seharusnya tiba dalam beberapa menit lagi, menjadi terulur hingga hampir satu jam.
Rame.
Dan kalo malam-malam seperti ini, jumlah oknum yang melumpah ruah adalah anak muda (young people).
Ternyata gaya anak muda di luwuk oke-oke, dan WAH (saingan model juga) ckckck.
Tibalah saya dengan tante di sebuah rumah tepat dipinggir pantai. Ini dia rumah Oomku, 'Om Yonggu'.
Oom ku yang satu ini membuatku selalu teringat sama Papah.
Soalnya dia itu bisa dibilang kembar siam'nya Papah. Cuma perbedaannya kalo Oom Yonggu versi 'kopi'nya dan non-kumis, kalo Papah versi 'air tahu'nya dan pake kumis. hehehehe
Jadi berliburlah kami disitu selama dua hari, hingga kemudian di hari ketiga saya menyempatkan diri tinggal di rumah nenek.
Ketika Oom Yonggu mengantarkan saya ke rumah nenek yang letaknya tak jauh dari rumahnya, dia sempat mengatakan sesuatu, "Jangan kaget ya kalo melihat rumahnya nenek"
Tak sampai sedetik setelah ia mengucapkan kalimat itu, maka kami berhenti tepat di depan sbuah rumah. Yang pertama kali, SULIT untuk saya percayai bahwa itu adalah rumah nenek.
astaga, ini kah???
Keadaannya sangat memprihatinkan. Rumah disekeliling kami adalah rumah dengan beton. Sedangkan rumah ini? rumah kayu yang hampir lapuk.
Menyedihkan jika mengingat bagaimana keadaaanku di Palu.
Nenek tinggal bersama dengan dua orang sepupu laki-lakiku. Satu orang bernama Adi, dan yang lebih muda bernama Gerry.
Sekitar tahun 2009 lalu Ibu Gerry, yang adalah adik tiri dari Papaku, telah meninggal dunia. Papanya adalah seorang sopir bus, yang biasanya membawa mobil ke manado.
Dan sedihnya Papahnya itu telah menikah lagi. Dia tidak mau tinggal bersama Papanya, dan memilih tinggal bersama nenek.
Keadaannya semakin rumit. Masalahnya adalah, K'Adi sebenarnya sudah berkeluarga. Dia punya istri dan anak di ambon. Tapi dia tinggalkan begitu saja--entahlah kenapa. Kini dia menumpang tinggal bersama nenek di rumah yang sempit itu, dan menganggur.
Ketika nenek menunjukan kamarku, aku memang tidak mengeluh dan tidak merasa jijik. Aku mengerti, hanya saja ada perasaan kaget yang tidak tertahankan ketika melihat kamar ini. Jelas sekali--sungguh berbanding jauh dengan keadaan di PALU.
Detik itu juga, aku benar-benar merasa menjadi orang yang beruntung dan sangat bersyukur dengan apa yang aku miliki.
Pada beberapa kesempatan senggang, Gerry bercerita tentang Resto KFC,
"Makanan di KFC mahal sekali" kata dia.
"Mahalkah disini?" Tanyaku.
"Iya, mahal. Kalo di Palu berapa-berapa harganya?"
"Yah, sekitar 20 ribuan- ke atas untuk ayamnya"
"Wah, kalo begitu masih murah disini. Disini 17-an"
GLEEEK. Buat dia, makan di KFC tuh mahal banget! Dalam hatiku, pdahal tiap kali pulang kampus aku selalu makan disana.
Tapi buat Gerry makan di sana itu adalah sesuatu yang jarang dilakukan. Sedangkan saya?
Padahal selama ini aku masih sering mengeluh.
Jadi benarlah kata pepatah, kita tidak akan pernah mensyukuri apa yang kita punya sampai kita melihat ke bawah.
Terkadang untuk minta uang persembahan pergi ke gereja saja, Gerry minta sama Nenek, dan mereka masih harus saling beradu mulut soal uang.
Gerry dapat uang 5000 saja sudah senang bukan main...
tapi saya? Bukan saja 5000, bahkan lebih dari jumlah itu setiap hari selalu ada di tangan.
Tapi masih sering mengeluh?
Sungguh keterlaluan.
Maka sepulang dari liburan ini, entah mengapa aku sangat senang begitu melihat rumahku yang cantik, rumahku yang bersih, rumahku yang asri.
Melihat motorku. Melihat tabunganku, melihat kamarku, melihat lemari pakaianku...
Aku sangat bersyukur...
Harapannya smoga suatu hari nanti aku bisa membantu saudara-saudaraku dan nenek untuk membuat rumah yang lebih layak, yah walaupun dia nenek tiriku, tapi dia sudah menjaga dan memperhatikanku selama ini. So, Thanks GrandMa.
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar