Hampir satu bulan, aku tinggal di rumah itu hanya berdua, bersama Papah.
Rumah sederhana yang terbangun sejak tahun 2005, dengan cat hijau yang masih sama seperti pertama kali di bangun.
Satu bulan yang lalu, aku masih hidup dengan keegoisanku, selalu mementingkan segala urusan dan jadwalku yang bertitlekan "padat". Tapi kali ini semua jadi berbeda.
Satu bulan berlalu, sejak Amalia dan Mama pergi merantau ke Jawa (Hehehe)
Suasana tentu saja menjadi semakin sepi.
Tapi, peristiwa ini membawa dampak besar buat aku.
Entahlah, kedewasaanku seperti diuji saat ini.
Aku dan Papa yang dulunya, semacam ada jarak-- karena Papa yang selalu sibuk dengan kampus-kampusnya, dan aku yang sibuk dengan-- GAK JELAS selalu bertemu ketika menjelang tidur malam saja.
Maka sesekali, terciptalah jarak yang kasat mata antara aku dan Papah.
Satu bulan yang lalu, aku masih hidup dengan keadaan serba mengeluh. Ada saja yang aku keluhkan.
Tapi, hari ini aku baru menyadari apa yang sebenarnya aku punyai dulu.
Manusia memang kesannya tidak akan pernah mensyukuri apa yang dimilikinya, sampai ia kehilangannya.
Saat ini, aku belajar menghargai apa yang aku punyai sekarang.
Aku bersyukur masih punya Papa, Mama, dan Amalia. Sebuah keluarga kecil tapi berkat Tuhan begitu terasa mengalir diantara kami.
Pernah satu kali, ketika Amalia dan Mama ada di Jogja, Papa juga ikut2an tugas ke Jakarta.
Dan aku pun tinggal jadi penjaga rumah!
Tiba-tiba aku merefleksikan diri aku di posisi anak yang BROKEN HOME.
Anak yang nggak pernah ngedapetin kehangatan keluarga. Dan selalu ditinggal orangtua.
Sejenak jadi berpikiran mau melakukan apa yang dilakukan anak Broken Home.
Hahahaha...
Untung aja, kasih saya en perhatian ortu yang meskipun jauh dipisahkan oleh jarak dan perbedaan waktu (WIB dan WITA) tetap mengalir sederas aliran sungai bengawan solo.
Detik ini, aku belajar untuk lebih memperdulikan orang lain, dan nggak egois sama urusan aku sendiri. Sekarang Papa jadi tanggung jawabku :) kalo sampe dia kena asam urat, aku lah yang repott =.='
Aku juga jadi asisten pribadi atau bisa juga jadi Sopir Pribadi Papa yang nganterin kemana-mana, kalo dia lagi asam urat, en nggak bisa injak kopleng mobil (Heheheh)
Mama dan Amalia juga intens berhubungan via telp, dan FB. Aku menyimpulkan masa-masa ini sebagai masa training. Aku sebut saja ini masa Training dari Tuhan, untuk mendewasakan aku.
Iya, karena memang aku harus dewasa. Aku nggak mungkin jadi anak-anak terus.
Kini aku lebih menghargai kebersamaan.
Kadang aku teringat waktu kita berempat di rumah ini, suasana begitu rame. Aku selalu nggak pernah kehabisan entertaiment, karena ada si ndut Amalia yang selalu gangguin aku, dan nggak bisa liat kakaknya ini kalem dan mingkem kayak putri keraton solo :P
Aku jadi ingat sama kata-kata Mamaku, "Yang penting kita masih bisa sama-sama itu, sudah bersyukur"
Sekarang aku tahu maksud kata-kata Mamah itu. Ya, aku setuju. Kebersamaan dengan orang yang kita cintai itu tidak akan terbayar oleh uang berapapun yang ada di dunia ini . :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar