Judul yang aneh ya ?
Hehehe...
Pasti kalia bertanya2 untuk apa saya mengucapkan terimakasih, dan untuk apa saya harus senang sampai ada kata "sekali"?
Yaa...
Semua berawal ketika suatu hari saya tak sengaja melintas di depan mading, ada tulisan "Lomba Pekan Seni Mahasiswa Daerah"
Pada pamflet itu tertulis tangkai-tangkai bidang yang ada, misalnya seperti :Pembacaan puisi, vocal solo, vocal group, penulisan puisi, pembuatan poster, komik strip, fotografi, lakon, penulisan cerpen, dll.
Kedua bola mata saya yang bulat ini tertuju pada satu kalimat Penulisan Cerpen
wah, ada penulisan cerpen nih ! Iseng-iseng pengen coba, soalnya sudah lama nggak nulis cepen. Terakhir kali menulis cerpen waktu saya duduk di kelas 3 2 SMA, nulis cerpen di kompas, oohh... bukan, paling terakhir sekali waktu kuliah semester tiga, ikut lomba cepen online. Yah, walaupun nggak menang waktu itu, tapi saya tetap mau tahu, sampai dimana kemampuan menulis saya ini kalo dilombakan secara langsung.
So, dengan bermodal nekat, saya mendaftarkan diri. Nggak lupa, saya juga ngajak seorang teman saya yang juga suka nulis cepen, namanya Defita Damayanti.
Hari itu hari rabu, saya ingat banget ( hari yang paling banyak mata kuliah) Tapi, terpaksa minta izin sama dosen untuk ikut lomba.
Lombanya masih dalam tingkatan seleksi antar fakultas di UNTAD. Jadi lombanya diadakan di auditorium.
Sebenarnya saya ikut 2 lomba, Cerpen sama Solo Vocal.
Tapi saya ikut seleksi Cerpen dulu, dan rencananya sesudah itu baru pergi seleksi Vocal (Karena tempat seleksi vokal dan cerpen di gedung berbeda)
Eh, ndalalah ... gak taunya, menulis cepen nggak sesingkat yangs saya bayangkan. Syaratnya harus minimal 6 -10 halaman. Maka, dari jam 11-5 sore saya menulis cerpen dengan tulang leher yang tinggal "ditampeleng" pasti sudah patah. Bagaimana nda? 6 jam menunduk terus .
Parahnya lagi, nulis cepennya ditulis tangan! Alamaaak, percuma tekhnologi udah berkembang. Udah ada leptop! Tapi nggak digunakan juga?
Alasan panitia sih katanya kalo dari leptop, bisa membuat kecurangan orang-orang yang sudah lebih dulu menulis cepen/ puisi di leptopnya sehingga waktu lomba tinggal co-pas (Copy-Paste) dari file yang sudah mereka buat dari rumah.
Katanya salah satu faktor yang dinilai adalah ke-otentikan karya itu alias keasliannya. Ya, benar juga sih ..
Jadi benarlah pepatah yang mengatakan, untuk mendapatkan sesuatu pasti harus ada yang dikorbankan. Terpaksa saya mengorbankan nomor undian seleksi vokal.
But it's okay . Saya tahu bahwa ini semua nggak kebetulan :), begitu kataku dalam hati pada saat itu, sambil menyenangkan hati.
Beberapa minggu berselang, keluar pengumuman. Senior sanggar seni saya di kampus, menghubungi saya dan ternyata !!! Saya JUARA!!!! Wah, betapa senangnya saya saat itu!! WOW !
"Tuhan, Engkau sangat baik!" Cuma itu yang bisa saya ucapkan dalam hati pada saat itu.
Jadi, yang lolos seleksi ada 4 orang, dari 11 peserta cerpen, untuk mewakili UNTAD.
Tapi saya juga sedih, karena temanku Defita nggak lolos lomba cepen tingkat Universitas itu . Walaupun begitu Defita ttap tegar dan malah tidak sesedih saya :) Dia tetap fine2 saja.
Maka, perjuangan pun belum berhenti. Sekitar 1 bulan, kita ikut pelatihan menulis, yang diadakan setiap malam tertentu (sesuai jadwal) di pasca sarjana Untad.
Tiap kali datang latihan, kita disuruh membuat cerpen sesuai dengan tema yang diberikan sama pelatih kita. Waaahh ... awalnya shock, gimana ya bisa bikin cerpen yang minimal 6 lembar tiap malam prtemuan?
Tapi akhirnya terbiasa juga.
Walau sempat tabrakan dengan banyaknya tugas laporan praktek oleh ASDOS di kampus, tapi nggak tahu kenapa... semua selalu ada jalan keluarnya. Tuhan yang sediakan jalannya.
Akhirnya saya yang hampir sedikit lagi masuk rumah sakit karena tugas-tugas organisasi+ kampus+lain-lain ini, pun bisa melewati semuanya.
Tanggal 13 Mei adalah hari seleksi tingkat Daerah, jadi kita yang mewakili UNTAD, akan bersaing dengan teman-teman dari STIE, STMIK, dan UNIV. di luar Palu.
Tibalah hari itu,saya sangat nervous. Ditambah, banyaknya orang yang saya ndak kenal.
Tapi untung aja, ada teman-teman anak Kedokteran yang udah aku kenal sebelumnya. So, ada yang bisa di ajak ngobrol plus tertawa ria. Eh, dunia emang sempit, nggak taunya ketemu lagi sama temen-temen SMA ,
Well, akhirnya kita memilih untuk mengabadikan moment indah itu dengan beberapa jepretan foto
So, dengan bermodal nekat, saya mendaftarkan diri. Nggak lupa, saya juga ngajak seorang teman saya yang juga suka nulis cepen, namanya Defita Damayanti.
Hari itu hari rabu, saya ingat banget ( hari yang paling banyak mata kuliah) Tapi, terpaksa minta izin sama dosen untuk ikut lomba.
Lombanya masih dalam tingkatan seleksi antar fakultas di UNTAD. Jadi lombanya diadakan di auditorium.
Sebenarnya saya ikut 2 lomba, Cerpen sama Solo Vocal.
Tapi saya ikut seleksi Cerpen dulu, dan rencananya sesudah itu baru pergi seleksi Vocal (Karena tempat seleksi vokal dan cerpen di gedung berbeda)
Eh, ndalalah ... gak taunya, menulis cepen nggak sesingkat yangs saya bayangkan. Syaratnya harus minimal 6 -10 halaman. Maka, dari jam 11-5 sore saya menulis cerpen dengan tulang leher yang tinggal "ditampeleng" pasti sudah patah. Bagaimana nda? 6 jam menunduk terus .
Parahnya lagi, nulis cepennya ditulis tangan! Alamaaak, percuma tekhnologi udah berkembang. Udah ada leptop! Tapi nggak digunakan juga?
Alasan panitia sih katanya kalo dari leptop, bisa membuat kecurangan orang-orang yang sudah lebih dulu menulis cepen/ puisi di leptopnya sehingga waktu lomba tinggal co-pas (Copy-Paste) dari file yang sudah mereka buat dari rumah.
Katanya salah satu faktor yang dinilai adalah ke-otentikan karya itu alias keasliannya. Ya, benar juga sih ..
Jadi benarlah pepatah yang mengatakan, untuk mendapatkan sesuatu pasti harus ada yang dikorbankan. Terpaksa saya mengorbankan nomor undian seleksi vokal.
But it's okay . Saya tahu bahwa ini semua nggak kebetulan :), begitu kataku dalam hati pada saat itu, sambil menyenangkan hati.
Beberapa minggu berselang, keluar pengumuman. Senior sanggar seni saya di kampus, menghubungi saya dan ternyata !!! Saya JUARA!!!! Wah, betapa senangnya saya saat itu!! WOW !
"Tuhan, Engkau sangat baik!" Cuma itu yang bisa saya ucapkan dalam hati pada saat itu.
Jadi, yang lolos seleksi ada 4 orang, dari 11 peserta cerpen, untuk mewakili UNTAD.
Tapi saya juga sedih, karena temanku Defita nggak lolos lomba cepen tingkat Universitas itu . Walaupun begitu Defita ttap tegar dan malah tidak sesedih saya :) Dia tetap fine2 saja.
Maka, perjuangan pun belum berhenti. Sekitar 1 bulan, kita ikut pelatihan menulis, yang diadakan setiap malam tertentu (sesuai jadwal) di pasca sarjana Untad.
Tiap kali datang latihan, kita disuruh membuat cerpen sesuai dengan tema yang diberikan sama pelatih kita. Waaahh ... awalnya shock, gimana ya bisa bikin cerpen yang minimal 6 lembar tiap malam prtemuan?
Tapi akhirnya terbiasa juga.
Walau sempat tabrakan dengan banyaknya tugas laporan praktek oleh ASDOS di kampus, tapi nggak tahu kenapa... semua selalu ada jalan keluarnya. Tuhan yang sediakan jalannya.
Akhirnya saya yang hampir sedikit lagi masuk rumah sakit karena tugas-tugas organisasi+ kampus+lain-lain ini, pun bisa melewati semuanya.
Tanggal 13 Mei adalah hari seleksi tingkat Daerah, jadi kita yang mewakili UNTAD, akan bersaing dengan teman-teman dari STIE, STMIK, dan UNIV. di luar Palu.
Tibalah hari itu,saya sangat nervous. Ditambah, banyaknya orang yang saya ndak kenal.
Tapi untung aja, ada teman-teman anak Kedokteran yang udah aku kenal sebelumnya. So, ada yang bisa di ajak ngobrol plus tertawa ria. Eh, dunia emang sempit, nggak taunya ketemu lagi sama temen-temen SMA ,
Well, akhirnya kita memilih untuk mengabadikan moment indah itu dengan beberapa jepretan foto
(Perwakilan Untad- tangkai : penulisan) nb:with koordinator Bidang
(Peserta Penulisan from Untad)
Foto di atas adalah waktu pembukaan Peksiminas di Universitas Alkhairat (UNISA)
Seleksi pun dimulai jam 9, bertempat di Auditorium Untad (again) =.='
Juri memberikan tema : Menumbukan keragaman multikuluralisme
Wakkh! Apaan ?? Nggak ada tema yang lebih simple, misalnya "Cinta?" wkwkwkkw... (Basi kali ye)
Akhirnya dengan berbekal pengetahuan yang ada di dalam otak pada saat itu, saya memainkan penaku di atas lembar-lembar kosong yang siap untuk di coret-coreti.
Waktu berlalu sangat cepat, sampai saya nggak sempat makan siang, panitianya juga tega banget nggak nyediain kita LUNCH, kita cuma dikasi snack itu pun yang tadi pagi, roti sama air mineral.
Tapi nggak apalah... Gara-gara udah ribet dengan tulisan di depan saya itu, maka perut keronconganpun nggak lagi terasa.
Waktu sedikit lagi sampai di angka 3. Tapi punyaku, blum sampai di klimaks cerita. Akhirnya dengan kekuatan SuperDuper Dian saya tulis semua kata-kata yang muncul di otak, tanpa pikir panjang seperti sebelumnya.
Semua peserta lain sudah selesai, dan sudah keluar!! Tinggal daku seorang diri ! O-em-Gi! Panitia pun terpaksa berbaik hati menunggu saya yang tinggal sendirian. Tak ayal, keringatpun mulai bercucuran, "Tunggku kak . Sedikit lagiiii" Teriakku sama Kakak Panitia. Sebenarnya waktu itu saya seperti mau menangis termehek-mehek sambil berteriak, "OOOY ! PUNYAKU MASIH LAMAAA" tapi, kayaknya nggak mungkin. Kalo begitu kejadiannya, yang ada saya ditinggalin sendiri di auditorium.
Dengan ending cerita yang seadanya, akhirnya saya kumpulkan cerita itu. Hikksss... terakhir, dengan cepat2 saya menuliskan judul yang terlintas begitu saja di otak (Kebiasaanku, menulis judul setelah cerita selesai ditulis)
Okeee, smua orang sudah pergi. Tinggal saya tersisa. Hati terasa kacau, tapi sama sekali tidak galau. I hate galau.
Hari berganti, cuma memikirkan tentang Cerpenku itu. Yang bikin saya nggak tenang, bukan masalah hasilnya mau kalah atau menang, itu terserah Tuhan dan kenyataan.
Saya nggak bisa maksa. Tapi, masalahnya adalah saya menyadari kalau saya sebenarnya belum maksimal waktu membuat cerpen saya. Saya yakin kalo saya bisa membuat cerpen yang lebih baik dari itu, pada saat itu. HHHHHHHKKKK. Rasanya mau melompat dari menara eifel, cuma nggak ada uang untuk beli tiket pesawat kesana, jadi terpaksa hanya diam merenung sendiri di kamar.
Suatu hari saya konsultasi sama kakak rohani saya di gereja, "Gimana nih kak? Saya rasa hati saya nggak damai, gara-gara saya mikirin cerpen saya, saya nggak maksimal waktu membuatnya"
"Kamu nulis lagi cerpen untuk diri kamu sendiri. Dengan semua kemampuan kamu untuk penghargaan sama diri kamu sendiri" Jawab Si Kakak.
Jawaban beliau bikin saya terenyuh. "Makasih ya kak ! Oke, saya akan menulis untuk diri saya sendiri!" Kataku dengan sumringah.
Beberapa hari kemudian, belum sempat saya menyelesaikan cerpen untuk diri saya sendiri, eeeehhh! Muncul sms di HP, dari K'Kiki... (Kordinator Bidang yang fotonya ada di atas--memakai baju&jilbab Ungu) Dia sms:
"Dian juara 1 kau dek, traktir yaa....
Mataram menanti"
Saya hanya membaca sms itu sekilas, trus saya balas,
"Lomba apa kakak ???"
Dia balas sms:
"Lomba penulisan cerpen. Selamat ee. Jangan lupa traktir"
Saya masih 1/2 percaya, saya jawab:
"Ah, serius kak? Saya masih 1/2 percaya ini"
Dia balas,
"Benar de... jurinya yang barusan sms saya" , Balasnya.
Saya nggak tau harus ngomong apa. Speechless. Saya pun hanya bisa MENANGIS--terharu. :')
Trimakasih Tuhan.... Trimakasih, saya nggak mampu, dan saya nggak akan bisa mendapatkan ini semua tanpa ENGKAU, Teriakku dalam hati.
Inilah mengapa saya ingin mengucapkan terimakasih, dan berkata bahwa saya senang sekali. :)
Saya juga tak lupa ngucapin makasih sama teman-temanku yang senantiasa mendukung saya dalam doa, cepat2 saya sms mereka.
Dengan mata yang sedikit bengkak saya langsung kasih tau Papah, (Berhubung Mama dan Amalia tidak ada) jadi cuma Papa yang bisa dijadikan tempat bercurhat dan bercerita. Kamipun berpelukan, dengan saya yang masih termehek-mehek menangis dalam pelukan Papah (Hehehe, jadi malu)
Saya sangat bersyukur, karena Tuhan mendatangkan kesempatan dan membukakan mata saya terhadap TALENTA terpendam yang saya miliki.
Awalnya hanya coba-coba, tapi ternyata Tuhan sadarkan saya bahwa "Ini lho, talentamu Dian! Kembangkan yaaa!" Mungkin seperti itu yang Tuhan mau bilang sama saya. Thanks, Thanks, Thanks, Thanks, GOD :')
Hanya itu yang bisa saya ucapkan.
Tapi perjuangan belum berakhir sampai di sini. Masih ada PEKSIMINAS (Pekan Seni Mahasiswa Nasional) di Mataram.
Doakan yaaa teman-teman, semoga saya bisa memberikan yang terbaik untuk Sulawesi Tengah, di Peksiminas :)
Okaaay Kota MATARAM ... :) I'm comming :)
Juri memberikan tema : Menumbukan keragaman multikuluralisme
Wakkh! Apaan ?? Nggak ada tema yang lebih simple, misalnya "Cinta?" wkwkwkkw... (Basi kali ye)
Akhirnya dengan berbekal pengetahuan yang ada di dalam otak pada saat itu, saya memainkan penaku di atas lembar-lembar kosong yang siap untuk di coret-coreti.
Waktu berlalu sangat cepat, sampai saya nggak sempat makan siang, panitianya juga tega banget nggak nyediain kita LUNCH, kita cuma dikasi snack itu pun yang tadi pagi, roti sama air mineral.
Tapi nggak apalah... Gara-gara udah ribet dengan tulisan di depan saya itu, maka perut keronconganpun nggak lagi terasa.
Waktu sedikit lagi sampai di angka 3. Tapi punyaku, blum sampai di klimaks cerita. Akhirnya dengan kekuatan SuperDuper Dian saya tulis semua kata-kata yang muncul di otak, tanpa pikir panjang seperti sebelumnya.
Semua peserta lain sudah selesai, dan sudah keluar!! Tinggal daku seorang diri ! O-em-Gi! Panitia pun terpaksa berbaik hati menunggu saya yang tinggal sendirian. Tak ayal, keringatpun mulai bercucuran, "Tunggku kak . Sedikit lagiiii" Teriakku sama Kakak Panitia. Sebenarnya waktu itu saya seperti mau menangis termehek-mehek sambil berteriak, "OOOY ! PUNYAKU MASIH LAMAAA" tapi, kayaknya nggak mungkin. Kalo begitu kejadiannya, yang ada saya ditinggalin sendiri di auditorium.
Dengan ending cerita yang seadanya, akhirnya saya kumpulkan cerita itu. Hikksss... terakhir, dengan cepat2 saya menuliskan judul yang terlintas begitu saja di otak (Kebiasaanku, menulis judul setelah cerita selesai ditulis)
Okeee, smua orang sudah pergi. Tinggal saya tersisa. Hati terasa kacau, tapi sama sekali tidak galau. I hate galau.
Hari berganti, cuma memikirkan tentang Cerpenku itu. Yang bikin saya nggak tenang, bukan masalah hasilnya mau kalah atau menang, itu terserah Tuhan dan kenyataan.
Saya nggak bisa maksa. Tapi, masalahnya adalah saya menyadari kalau saya sebenarnya belum maksimal waktu membuat cerpen saya. Saya yakin kalo saya bisa membuat cerpen yang lebih baik dari itu, pada saat itu. HHHHHHHKKKK. Rasanya mau melompat dari menara eifel, cuma nggak ada uang untuk beli tiket pesawat kesana, jadi terpaksa hanya diam merenung sendiri di kamar.
Suatu hari saya konsultasi sama kakak rohani saya di gereja, "Gimana nih kak? Saya rasa hati saya nggak damai, gara-gara saya mikirin cerpen saya, saya nggak maksimal waktu membuatnya"
"Kamu nulis lagi cerpen untuk diri kamu sendiri. Dengan semua kemampuan kamu untuk penghargaan sama diri kamu sendiri" Jawab Si Kakak.
Jawaban beliau bikin saya terenyuh. "Makasih ya kak ! Oke, saya akan menulis untuk diri saya sendiri!" Kataku dengan sumringah.
Beberapa hari kemudian, belum sempat saya menyelesaikan cerpen untuk diri saya sendiri, eeeehhh! Muncul sms di HP, dari K'Kiki... (Kordinator Bidang yang fotonya ada di atas--memakai baju&jilbab Ungu) Dia sms:
"Dian juara 1 kau dek, traktir yaa....
Mataram menanti"
Saya hanya membaca sms itu sekilas, trus saya balas,
"Lomba apa kakak ???"
Dia balas sms:
"Lomba penulisan cerpen. Selamat ee. Jangan lupa traktir"
Saya masih 1/2 percaya, saya jawab:
"Ah, serius kak? Saya masih 1/2 percaya ini"
Dia balas,
"Benar de... jurinya yang barusan sms saya" , Balasnya.
Saya nggak tau harus ngomong apa. Speechless. Saya pun hanya bisa MENANGIS--terharu. :')
Trimakasih Tuhan.... Trimakasih, saya nggak mampu, dan saya nggak akan bisa mendapatkan ini semua tanpa ENGKAU, Teriakku dalam hati.
Inilah mengapa saya ingin mengucapkan terimakasih, dan berkata bahwa saya senang sekali. :)
Saya juga tak lupa ngucapin makasih sama teman-temanku yang senantiasa mendukung saya dalam doa, cepat2 saya sms mereka.
Dengan mata yang sedikit bengkak saya langsung kasih tau Papah, (Berhubung Mama dan Amalia tidak ada) jadi cuma Papa yang bisa dijadikan tempat bercurhat dan bercerita. Kamipun berpelukan, dengan saya yang masih termehek-mehek menangis dalam pelukan Papah (Hehehe, jadi malu)
Saya sangat bersyukur, karena Tuhan mendatangkan kesempatan dan membukakan mata saya terhadap TALENTA terpendam yang saya miliki.
Awalnya hanya coba-coba, tapi ternyata Tuhan sadarkan saya bahwa "Ini lho, talentamu Dian! Kembangkan yaaa!" Mungkin seperti itu yang Tuhan mau bilang sama saya. Thanks, Thanks, Thanks, Thanks, GOD :')
Hanya itu yang bisa saya ucapkan.
Tapi perjuangan belum berakhir sampai di sini. Masih ada PEKSIMINAS (Pekan Seni Mahasiswa Nasional) di Mataram.
Doakan yaaa teman-teman, semoga saya bisa memberikan yang terbaik untuk Sulawesi Tengah, di Peksiminas :)
Okaaay Kota MATARAM ... :) I'm comming :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar