Jumat, 08 Juni 2012

AJIIIPPP


Baiklah, anak-anak sekalian di rumah… dimanapun saja berada!
Pelajaran kita kali ini adalah tentang masakan Indonesia!
Masakan Indonesia apa yang paling kamu sukai? Yaa… yang baju merah, silahkan menjawab.

Baju merah : Saya suka nasi goreng, kak Dian!

Dian : Oh, iya… mantaph… mantaphh… lestarikan selera masakan Indonesia ya. Jangan Cuma tau makan. Harus tau juga memasaknya ya!

Baju hitam : Saya Bu! Saya!

Dian : Hush! Kamu panggil apa saya? Orang masih imut begini, masa kamu panggil ‘Ibu’ ?
Baju hitam : …. (Nggak tau harus komentar apa)
Dian : Ya, apa yang kamu mau bilang, anak manis?
Baju Hitam : Nggak jadi… (#ngambek)
Dian : Yah, ngambeekk… Tadi kan kakak Cuma main-main, dedee saying
Baju hitam : Aku baru mau ngomong kalo di traktir di *PH atau *KFC
Dian : … (Langsung mengetahui selera makanan anak ini) Kalo martabak mau? Soalnya yang itu mahal.

Baju hitam : Huaaaa…. (MENANGIS) Saya lapor Mamaku, kau…
Dian : Aduh… ya ampun. De, jangan nangis. Mmm… maksud kakak tadi itu mau beliin martabak roti yang mereknya *PH
Baju hitam : Langsung diem.
Anak-anak : Huuu… tadi dibilang harus melestarikan makanan khas Indonesia. Tapi kok dia minta dibeliin *PH, Ibu langsung mau sih.
Dian : (GATAL – GALAU TOTAL)
#KELAS BUBAR, IBU GURU DIPECAT.
Edisi kali ini kita akan membahas tentang salah satu makanan khas Indonesia, khususnya SULAWESI, khususnya lagi SULAWESI TENGAH.
Bahan dasar membuat makanan ini sangatlah sederhana, dan mudah di dapatkan… apalagi di pulau SULAWESI.
To the point saja, makanan ini terbuat dari SAGU. Keluarga kami menyebutnya DUI.
 
Sebenarnya bukan keluarga kami yang menyebutnya dui, lebih tepatnya suku keluarga kami, MORI (Morowali) menyebut makanan ini seperti itu. Berhubung nama makanan ini berbeda-beda untuk tiap-tiap daerah di Sulawesi Tengah. Contohnya saja, di Sulawesi Selatan (Makasaar) menyebut makanan ini dengan nama “Kapurung”. Sulawesi Utara menyebutnya Papeda, sementara Poso menyebutnya “Beka”


Makanan ini kalau di sentuh seperti LEM kertas. Bentuknya kenyal. Sehingga untuk memakan dan menikmatinya harus menggunakan kuah, agar tentunya memiliki rasa dan tidak lengket ketika di makan. Kuah yang digunakan biasanya kuah ikan. Tapi saya dedikasikan untuk sekali-kali mencoba membuat kuah “METI” (Siput Sungai), jika dibuat kuah rasanya benar-benar TOP MARKOTOP. Saya yakin OOM Bondan , pembawa acara wisata kuliner itu pasti nggak akan tahan dengan rasanya yang SUPER SEKALI (dengan nadanya MARIO TEGUH)


Untuk memakan dui, caranya bukan dikunyah seperti cara kita memakan nasi. Tapi caranya adalah dengan LANGSUNG ditelan. Untuk yang baru pertama kali makan ini pasti nggak bisa, mungkin nervous, tegang, karena serasa memakan Lem… heheh, I don’t know. Menurut pengalaman biasanya yang pertama kali makan ini, PASTi akan memakannya dengan mengunyahnya. Hehe, tapi tidak apa-apa, nanti akan terbiasa sendiri.
Untuk mengambil dui dari Loyang dan memindahkannya ke piring kita, juga bukan dengan menggunakan sendok nasi, APALAGI GARPU! Karena jika seperti itu, kenyataannya sampai tiba tahun baru, dui itu tidak akan pernah terputus dari Loyangnya.
Nah, mau tau gimana? Caranya adalah dengan menggunakan sumpit.
Satu sumpit di tangan kanan,
Satu sumpit di tangan lainnya (Nggak tau yang lainnya namanya apa? KIRI)
Nah, kalau sudah gulung-gulung duinya sampai membentuk rotasi seperti bola. Duinya akan terangkat dan dengan cepat kita bisa memindahkannya ke piring kita.
Setelah satu bongkahan dui yang cukup besar sampai di piring kita, dui akan dipotong-potong menjadi lebih kecil lagi, agar muat masuk di mulut kita. Caranya adalah dengan menyilangkan sumpit membentuk seperti huruf X, dan perlahan belah dui itu sehingga terpotong menjadi bagian kecil-kecil.


Saya sendiri pertama kali memakan makanan ini adalah ketika … emmm, kalo nggak salah ingat, SD Kelas 2. Waktu itu saya masih di Jawa. Karena suatu waktu Papah pergi penelitian di Palu, dan kembali ke Jawa… Ia membawakan sagu untuk kami, dan memperkenalkan makanan yang pertama kali menurut saya “aneh” ini. LEM KOK DIMAKAN?
Hahaha, tentu saja bukan LEM. Mungkin bahan dasar makanan ini dan bahan dasar membuat LEM adalah sama. Tapi tentu saja makanan ini bebas dari bahan zat kimia, seperti yang sudah di taruh di Lem.
Keluarga kami sering menghidangkan makanan ini biasanya di hari minggu. Karena hanya di hari itulah, semua orang sempat dan punya waktu untuk pergi ke pasar, memasak “besar-besaran” dan makan bersama di meja makan. Di hari lain, ehmm… I’M SORRY GOODBYE. Hahaha. Semuanya Sibuk-buk-buk-buk (SOOOKK ) hhaha.

TARAAA!!!! Ini dia semua hidangan yang sudah di siapkan untuk menemani si “dui” agar tak terasa hambar. Ada kuah ikan, sayur-sayuran rebus, jeruk nipis, sambal rica, ikan goyeeng, (#hmm.. meleleh sudah air liur di atas leptop)
Oh iya, kalo makan ini memang kesannya waktu selesai makan kita udah kenyang, tapi nggak lama setelah itu pasti bakal lapar lagi (SOALNYA DUI KENYAL, jadi cepat terproses di perut, nggak kayak NASI). So, di anjurkan untuk yang pada maag, setelah makan ini atau sebelum makan ini bisa memakan nasi lebih dahulu, istilahnya untuk pengganjal biar selanjutnya nggak cepat lapar. OKOKKKK

Buat yang air liurnya sudah keluar, cepat telan ulang. Kalau mau yang realnya, jalan-jalan ke SULAWESI TENGAH! Atau langsung ke kampong tempat makanan ini berasal, di Morowali!!!
Atau kalau mau cari dekat, bisa juga berkunjung ke rumahku! Hahahahaha :D

Ini hanyalah satu dari sekian ribu masakan khas Indonesia yang amazing en luar biasa. Lestarikan masakan Indonesia, TASTE OF INDONESIA!!! Oom Bondan says : Mak’Nyoooss!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar